Headlines News :
Home » » KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU (Muqaddimah Delapan Kaidah Menuntut Ilmu)

KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU (Muqaddimah Delapan Kaidah Menuntut Ilmu)

Written By Unknown on Minggu, 01 Maret 2015 | 22.18

Masalah belajar atau menuntut ilmu adalah masalah pokok bagi setiap muslim. karena sangat pentingnya, hal ini datang setelah masalah iman kepada Allah عزّوجلّ.

Yang pertama kali yang wajib dilakukan oleh setiap muslim adalah beriman, setelahnya adalah ilmu. Oleh karena itu ulama salaf berkata "Ilmu sebelum berkata dan beramal".

Karena sesungguhnya anda, dengan sebab belajar keimanan anda dan akidah anda menjadi benar dan amalan anda menjadi benar.

Belajar adalah sarana yang dengan sebab sarana itu seorang mukallaf mampu memperbaiki imannya dan juga memperbaiki amalannya.

(Mukallaf: Hamba yang diberi tanggung jawab, yaitu muslim yang baligh & berakal, baik laki-laki maupun perempuan -ed)

Akan tetapi, tidak perlu menunggu sehingga dia belajar, bahkan wajib baginya untuk beriman pertama kali sebelum segala sesuatu.

Seorang mukallaf wajib bersegera untuk beriman dengan apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad صلّى الله عليه و سلّم walaupun secara global.

Kemudian setelah itu hendaklah seorang mukallaf belajar.
Belajar itu memiliki 2 cara, sesuai dengan kemampuan manusia.

Barangsiapa yang mampu menimba ilmu dari gurunya dengan cara duduk di depan lutut-lutut mereka dan mempelajari ilmu kepada mereka, wajib bagi dia untuk mempelajari batasan yang wajib dari beberapa ilmu.

Barangsiapa yang tidak mampu atas hal demikian maka wajib bagi dia untuk mempelajari ilmu dengan cara bertanya. Dia bertanya kepada ahli dzikir (ahli ilmu) tentang masalah-masalah penting yang dengannya bisa membenahi amalannya dan membenahi imamnya.

Dan sungguh para sahabat Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم telah menempuh 2 cara ini. Semuanya sesuai dengan kemampuannya dan kemungkinannya.

Maka orang-orang Muhajirin dan Anshar, dimana keadaan mereka bersama Nabi صلّى الله عليه و سلّم di Madinah Nabawiyyah yang penuh berkah.

Kebanyakan dari mereka menimba ilmu dari mulut Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم.

Barangsiapa yang tidak bisa mendengar langsung dari mulut Nabi صلّى الله عليه و سلّم, mendengar ilmu dari orang yang mendengarkan ilmu dari Nabi صلّى الله عليه و سلّم, mereka saling bergantian untuk mendengarkan ilmu dari Nabi صلّى الله عليه و سلّم( 1),

Kebanyakan kaum muslimin di masa Nabi صلّى الله عليه و سلّم mereka yang tidak mampu belajar dengan cara ini (langsung dari mulut Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم), mereka menimba ilmu dengan cara bertanya.

Mereka datang kepada Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم dari semua tempat , mereka bertanya kepada Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم tentang urusan agama mereka yang penting, lalu Nabi صلّى الله عليه و سلّم menjawab pertanyaan mereka dengan jawaban yang singkat, padat tapi memiliki arti yang banyak. Maka mereka memahami yang dimaksud, mereka kembali ke negeri-negeri mereka dan kaum-kaum mereka bersegera untuk mengamalkan ilmu.

Dan sungguh keadaan para sahabat, semoga Allah meridhoi mereka, gembira dengan kedatangan salah satu dari orang yang tidak dikenal yang jauh datang dari   penjuru negeri, terutama apabila datang seorang dari orang arab badui. Karena mereka bertanya kepada Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم tentang beberapa masalah yang keadaan sahabat merasa segan dari menanyakannya tentang masalah-masalah itu. sungguh keadaan Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم memiliki kewibawaan yang melekat dalam jiwa para sahabat, semoga Allah meridhoi mereka.

Keadaan mereka ingin bertanya kepada Rasulullah tentang sebagian masalah lalu kewibawaan telah mengalahkan kepada mereka. Terutama setelah mereka dilarang untuk memperbanyak dari hal itu (yaitu dari bertanya).

Maka apabila ada seseorang yang datang dari orang arab badui kepada Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم lalu bertanya kepada Rasulullah tentang sesuatu, mereka gembira dengan hal itu(2),

Telah datang kepada Rasulullah, orang arab badui dan juga selain mereka mengadakan perjalanan dari rumah-rumah mereka untuk bertanya kepada Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم tentang urusan agama mereka(3).

Telah datang seseorang yang ingin bertanya kepada Rasulullah dan juga untuk meniliti kejujuran Nabi صلّى الله عليه و سلّم, "maka tidaklah dia melihat wajah Rasulullah sehingga dia mengatakan: Ini bukan wajah penuh dusta., lalu beriman kepada Nabi صلى الله عليه وسلم، kemudian Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم mengajarkan kepadanya apa yang penting dari urusan agamanya"(4).

Ada seseorang yang lain lagi yang sudah tua bertanya kepada Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم, Ia berkata: "Ya Rasulullah, aku adalah seseorang yang telah tua dan telah keriput kulitku, telah rapuh tulangku, maka ajarkan kepadaku sesuatu dari AlQur'an". Maka Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم menjawab: (iqro' dzawaati alif lam raa) "Bacalah olehmu yang dimulai dengan alif, lam, ro".

Ia berkata: "Ya Rasulullah, tulangku telah rapuh, kulitku telah keriput, ajarkan kepadaku sesuatu dari AlQur'an yang lebih ringan dari ini". Maka Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم berkata kepadanya: (iqro al hawamima) "Bacalah surat yang dimulai dengan ha mim".

Sampailah Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم mengajarkan kepadanya sebagian surat-surat pendek. Maka dia gembira dengan sebab hal itu lalu dia pergi pulang ke kaumnya"(5).

"Orang arab badui datang bertanya kepada Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم tentang agama. Maka Nabi mengajarinya tauhid, sholat, shaum dan zakat.
Maka orang arab badui itu bertanya: "Apakah ada selain ini, kewajiban bagiku, wahai Rasulullah?". Nabi صلّى الله عليه و سلّم menjawab: "Tidak ada".
Orang Arab Badui berkata: "Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak akan menambahinya dan tidak mengurangi".
Dan haji pada waktu itu belum diwajibkan.
Kemudian laki-laki itu pergi. Maka Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم bersabda: "Sungguh dia beruntung jika dia benar"(6).

Karena sesungguhnya ini adalah kewajiban-kewajiban.
Maka apabila dia mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban itu sebagaimana yang dia janjikan tanpa dikurangi, walaupun dia tidak menambah di atas itu (dibatas kewajiban-kewajiban) pasti dia akan mendapatkan keberuntungan dengan hanya melaksanakan kewajiban.

Berdasarkan sabda Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم dalam hadits yang lain (hadits qudsi), yang diriwayatkan dari Rabb (Allah عزّوجلّ), bahwasanya Allah berfirman: "Tidaklah sesuatu yang mendekatkan kepada hambaKu  yang paling Aku cintai daripada apa yang Aku wajibkan kepadanya".
Maka melaksanakan kewajiban-kewajiban diantara amalan yang paling dicintai yang dengan amalan itu memungkinkan seorang hamba mendekatkan dirinya kepada Allah عزّوجلّ.

Bahkan sampai wanitapun, mereka bersemangat bertanya kepada Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم dan belajar urusan agama dari Nabi صلّى الله عليه و سلّم.

Maka wanita dari kalangan sahabat apabila malu bertanya langsung pada Rasulullah maka bertanya melalui perantara sebagian ummahaatul mu'minin apabila perkara itu berhubungan dengan suatu yang wanita malu dari perkara itu(7),

adapun selain perkara itu  maka mereka langsung bertanya kepada Rasulullah dan mereka  bersemangat menimba ilmu darinya.
Wanita itu adalah wanita yang bertanya kepada Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم tatkala Nabi berdiri berkhutbah di hadapan laki-laki pada hari 'Id.
Nabi pergi kepada wanita dan menashihati mereka. Nabi صلّى الله عليه و سلّم bersabda: "Hendaklah kalian memperbanyak shodaqoh karena sesungguhnya kalian adalah penghuni neraka jahanam yang paling banyak". Wanita (Jariyah) berdiri, bertanya: "Kenapa ya Rasulullah, kenapa demikian?".
Nabi  صلى الله عليه وسلمmenjawab"Karena kalian banyak mengeluh dan melupakan nikmat yang diberikan oleh suami"(8)

Perhatikan kesemangatan para wanita untuk menimba ilmu dari Nabi صلّى الله عليه و سلّم:
Telah ada seorang wanita yang diriwayatkan dengan sanad hasan yaitu yang bernama Asma' binti Yazid bin Sakan, semoga Allah meridhoi padanya, maka ia berkata: "Wahai Rasulullah, aku adalah delegasi yang mana dibelakangku beberapa wanita, mereka bertanya kepadamu lalu mereka berkata: "Sungguh laki-laki amat beruntung dari banyaknya beramal bersamamu, -yang mana kami tidak mampu sebagai seorang wanita untuk mengamalkannya- mereka telah beruntung dengan berjihad dan di halaqoh ilmu- mereka duduk bersamamu, mereka belajar darimu- maka apakah ada bagi wanita amalan yang bisa menyamai hal itu?".
Maka Nabi صلّى الله عليه و سلّم kagum kepada pertanyaan Asma', dan Nabi صلّى الله عليه و سلّم memberitahukan kepada sahabat-sahabatnya: "Kalian dengar apa yang dikatakan Asma'?".
Kemudian Nabi صلّى الله عليه و سلّم menjawab kepada pertanyaan Asma' : "Hendaklah kamu kembali dan kabarkan kepada wanita yang ada di belakangmu, bahwa baiknya keta'atan salah seorang diantara mereka kepada suaminya menyamai semua hal itu"(9).

Hikmahnya nampak jelas dari pada yang ini, karena sesungguhnya pekerjaan yang karenanya wanita diciptakan adalah rumah, membangun rumah tangga muslim (rumah yang islami), tatkala seorang laki-laki pulang ke rumahnya ia mendapatkan ketenangan.

Apabila datang anak-anak wanita itu mendidik mereka, jadilah dia sebagai sekolah pertama untuk anak-anaknya. Mendidik anak-anak diatas keimanan dan diatas arti-arti jihad.

Ini perkerjaan pokok seorang wanita apabila wanita bisa melaksanakannya dengan sebaik-baik pelaksanaan, dengan demikian itu sungguh dia telah melaksanakan pekerjaannya, sebagaimana seorang laki-laki (suami) pekerjaannya di luar rumah.

Maka apabila seorang laki-laki bisa melaksanakan pekerjaannya dengan pelaksanaan yang baik, sungguh dia telah sukses dalam pekerjaannya.

Demikian pula seorang wanita, apabila dia mengurus rumah dengan pengurusan yang baik, sungguh dia telah berhasil dari pekerjaannya yang pokok (yang asasi).

Yang terpenting (secara kesimpulannya) bahwa menuntut ilmu itu ada 2 cara:

1. Cara yang pertama adalah cara orang-orang yang tafaqquh dalam agama (yang memahami agama), mereka duduk di majlis-majlisi ilmu bersama ahli dzikir dan ahli ilmu. Mereka mendengar ilmu dari ahli ilmu, mereka menimba ilmu langsung dari ahli ilmu (ulama).

2. Cara yang kedua: bagi yang tidak mampu melakukan hal itu, dengan cara bertanya, bertanya kepada ulama tatkala ia butuhkan hal itu, terutama apa yang mesti diketahui dari perkara agamanya.

Pembicaraanku pada hari ini, yang saya maksudkan, kepada setiap muslim yang mampu memahami agama Allah dengan duduk di sisi masyayikh dan menimba ilmu dari mereka.

Inilah yang saya maksud dengan mutafaqqihin.

Bukan yang saya maksud sekelompok dari kaum muslimim yang dikhususkan, tidak pula yang takhosus (spesial), tidak pula penuntut ilmu yang memfokuskan untuk menuntut ilmu,

Bahkan yang saya maksud setiap muslim yang mampu mempelajari dari perkara-perkara agamanya yang penting dengan duduk di halaqoh 'ilmu.

Inilah yang wajib kepada setiap muslim dengan syarat mampu akan hal itu. Wajib setiap muslim mempelajari urusan agamanya, mengambil ilmu dari para ulama dengan duduk di halaqoh mereka di masjid dan di luar masjid, dimana saja halaqoh-halaqoh ini ada.

Masalah belajar pada hari ini sudah dimasuki polusi dan noda-noda yang begitu banyak, antara khurofat-khurofat yang diwariskan dari sejarah dan antara penyimpangan yang dibikin oleh tangan-tangan/jari-jari orang yang ada pada zaman sekarang ini.

Maka antara khurofat yang diwariskan dari tumpukan sejarah dan antara penyimpangan-penyimpangan pada masa sekarang ini (yang kontemporer), orang-orang yang tafaqquh dalam kelelahan dan kebingungan, keinginan mereka/tujuan mereka mengenal Allah. Dan beribadah kepada Allah dengan apa yang disyari'atkan melalui lisan RasulNya صلّى الله عليه و سلّم, hal ini wajib untum menjadikan tujuan setiap muslim yang mau memahami agama.

Akan tetapi langkah dalam memahami agama ada sebagian rintangan yang dibenci, telah masuk polusi yang banyak pada jaman kita yang moderen ini, Maka disana bagi yang tafaqquh sangat membutuhkan untuk mengenal rambu-rambu jalan yang benar untuk memahami agama Allah.

Inilah yang mendorongku untuk memilih  tema ini dan saya usahakan untuk menyajikannya bagi setiap muslim yang menginginkan untuk memahami agama Allah ( program-program amali) , mungkin mulai mempraktekkannya tatkala berniat dan bertekad untuk menuntut ilmu.

Saya jelaskan program-program ini - sesuai ijtihadku dan kemampuanku- ada delapan kaidah, barangkali di sana ada lagi selain delapan kaidah ini, Akan tetapi delapan kaidah ini -menurut pandanganku dan ijtihadku - adalah yang paling penting yang dibutuhkan oleh seorang muslim yang memahami agama Allah seperti yang ada dalam buku i "Barnamij 'Amaly" (program yang bisa diamalkn) ini.
______________________

Halaqoh 1-9 yang disampaikan ustadz Nuruddin abu faynan pada Grup WhatsApp "Kajian Audio muslimah"  ustadzah Arfah ummu faynan
Kajian kitab " Barnamij Amaly lilmutafaqihin / Delapan kaidah menuntut ilmu , karya Abu 'Ashim 'Abdul 'Aziz Bn 'Abdul Fattah Al Qoori.
Ditulis rekaman Audionya oleh Ukhti Maria Ulfah-Cilacap, Jazahallahu khaira.
Telah di muroja'ah Oleh Pemateri Ustadz Nuruddin Abu Faynan & Admin Grup "Kajian Audio Muslimah" Arfah Ummu Faynan

-----
(1) Imam Bukhori dalam shahihnya telah memberikan judul babnya : Baab Attanaawub Fie Al-ilmi...
(2)bisa dilihat dalam sebuah hadist yang telah dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya dalam kitab Al-Iman "Bab Assual 'an Arkani Al-Islam"..
(3)diantara utusan yang paling terkenal yang datang kepada Rasulullah dan menimba ilmu darinya adalah utusan 'abdul qais, utusan hadromaut dan kandah dll yang pingin lebih lengkap lagi lihat: Thobaqot ibnu sa'ad dan juz keenam dari sirah karya Assholihi.
(4) laki itu adalah Abdulloh bin Salam
(5)Lihat hadits yang diriwayatkan Abu daawud dalam sunanya bab tahzib al qur'an 2/57, Ahmad dalam musnadnya 10/108 no 6575.
(6)lihat dalam shahih bukhori dalam kitab al-iman bab azzakatu min al-islam.
(7)kadang mereka bertanya langsung seperti ummu sulaim ibu anas bin malik..hadistnya terdapat dalam shahih bukhori&muslim.
(8)Muslim dalam iedain disahihnya 2/604.
 (9)Al-Istii'aab 4/1787.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Translator

 
Copyright © 2011. Nuruddin Abu Faynan, Lc. - All Rights Reserved