Headlines News :
Home » » HUKUM SHUFRAH & KUDRAH

HUKUM SHUFRAH & KUDRAH

Written By Unknown on Selasa, 03 Februari 2015 | 04.53

Pada sebagian wanita, kadang-kadang dari kemaluannya keluar cairan yang berasal dari rahim, cairan tersebut kadang berwarna kekuning-kuningan seperti warna nanah dan berbau, inilah yang disebut dengan SHUFRAH. Kadang cairan tersebut bercampur warna merah, tetapi bukan haidh, yang ini dinamakan dengan KUDRAH.

Bagaimana hukum shufrah & kudrah? Apakah shufrah & kudrah membatalkan wudhu? Apakah shufrah & kudrah termasuk haidh yang menghalangi wanita dari shalat & puasa?

Mengingat pentingnya masalah ini, karena berkaitan dengan thaharah wanita yang merupakan syarat sahnya shalat, maka dengan Taufiq dari Allah Ta'ala saya mencoba menukil pembahasan para Ulama dalam hal ini.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال:قال رسول الله عليه وسلم:((لا يقبل الله صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ)) متفق عليه.
Dari Abu Hurairah-semoga Allah meridhainya- berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Allah tidak menerima shalat salah seorang diantara kalian apabila berhadats sehingga dia berwudhu" HR. Bukhari & Muslim.

Masalah pertama:
Apakah Shufrah dan Kudrah membatalkan wudhu?

Jawabannya:
Tidak diragukan lagi, bahwa shufrah & kudrah merupakan salah satu pembatal wudhu.
Namun apabila cairan yang keluar hanya merupakan keputihan biasa/ringan, tidak berbau, dan tidak seperti shufrah atau kudrah, maka tidak membatalkan wudhu.

Masalah kedua:
Apakah shufrah & kudrah termasuk haidh?

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum shufrah & kudrah, berikut ini beberapa pendapat tentang hukum Shufrah & Kudrah:

Pendapat Pertama:
Shufrah & Kudrah tidak termasuk Haidh, dalilnya:
عن أم عطية رضي الله عنهما قالت: (( كنا لا نعد الكدرة والصفرة شيئا )) رواه البخاري
Dari Umm 'Athiyyah –semga Allah meridhainya- berkata: "Kami tidak menganggap apa-apa kudrah dan shufrah." (tidak menganggapnya sebagai haidh -pen) HR.Bukhari

Pendapat Kedua:
Shufrah & Kudrah termasuk Haidh, karena berasal dari rahim dan berbau, maka hukumnya sama seperti haidh.

Pendapat ketiga:
Hukum Shufrah & Kudrah tergantung waktu keluarnya.
Dan inilah pendapat yang paling kuat,
Dalilnya:
a. Hadits Umm 'Athiyyah:
عن أم عطية رضي الله عنهما قالت: (( كنا لا نعد الكدرة والصفرة بعد الطهر شيئا )) رواه أبو داود
Dari Umm 'Athiyyah –semga Allah meridhainya- berkata: "Kami tidak menganggap apa-apa kudrah dan shufrah setelah suci." HR.Abu Dawud.
Ini berarti shufrah & Kudrah sebelum waktu suci merupakan haidh.
b. Jika shufrah & kudrah keluar sebelum suci dari haidh maka termasuk haidh, sesuai dengan Qa'idah Fiqhiyyah:
(( أنه يثبت تبعا ما لا يثبت استقلالا ))
Maksudnya: Shufrah & kudrah termasuk haidh apabila mengikuti haidh, adapun jika shufrah & kudrah keluar setelah suci dari haidh, tidak bersambung dengan haidh, maka tidak termasuk haidh, dan tidak termasuk firman Allah:
(( هو أذى ))
"(Haidh) itu adalah (kotoran) yang mengganggu"
Maka Shufrah & Kudrah ini seperti cairan lain yang keluar dari kemaluan wanita selain haidh.

Rinciannya adalah sebagai berikut:

1. Shufrah & Kudrah yang keluar SEBELUM masa haidh: keadaan tersebut BUKAN termasuk haidh.
Misalnya: Kadang keluar shufrah & kudrah pada sebagian wanita sehari atau dua hari sebelum waktu haidhnya tiba, maka hal tersebut bukanlah haidh walaupun disertai rasa sakit yang biasa menyertai haidh.
Wanita tersebut tetap shalat sampai benar-benar datang haidhnya.
Dalilnya:
عن أم عطية رضي الله عنهما قالت: (( كنا لا نعد الكدرة والصفرة شيئا )) رواه البخاري
Dari Umm 'Athiyyah –semga Allah meridhainya- berkata: "Kami tidak menganggap apa-apa kudrah dan shufrah." (tidak menganggapnya sebagai haidh -pen) HR.Bukhari

2. Shufrah & kudrah yang keluar KETIKA waktu haidh: hal tersebut TERMASUK haidh.
Misalnya seorang wanita mempunyai kebiasaan haidh selama 6 hari, pada hari pertama & kedua keluar darah haidh, kemudian pada hari ketiga keluar shufrah atau kudrah, kemudian pada hari keempat, kelima & keenam keluar lagi darah haidh, maka dalam keadaan semacam ini, shufrah & kudrah termasuk haidh.

3. Shufrah & kudrah yang keluar pada masa AKHIR haidh:

a. Apabila waktunya BERSAMBUNG dengan haidh: maka shufrah atau kudrah TERMASUK haidh.
Misalnya seorang wanita mempunyai kebiasaan haidh selama 5 hari, pada hari pertama sampai hari keempat keluar darah haidh, kemudian pada hari kelima dan keenam keluar shufrah atau kudrah, maka hal itu termasuk haidh.
Dalilnya:
عن علقمة بن أبي علقمة عن أمه مولاة عائشة أم المؤمنين أنها قالت: (( كان النساء يبعثن إلى عائشة أم المؤمنين بالدرجة فيها الكرسف فيها صفرة من دم الحيضة, فتقول لهن: لا تعجلن حتى ترين القصة البيضاء )). علقه البخاري بصيغة الجزم, وأخرجه مالك في الموطأ, وصححه النووي.
Dari 'Alqamah bin Abi 'Alqamah dari ibunya, maulah (bekas budak) 'Aisyah Ummul Mu'minin, sesungguhnya dia berkata: (( Dahulu para wanita mengutus kepada 'Aisyah Ummul Mu'minin secarik kain yang padanya terdapat Shufrah dari darah haidh, maka dia (Ummul Mu'minin) berkata: Janganlah kalian tergesa-gesa sampai kalian melihat cairan putih)).*

b. Apabila keluarnya shufrah & kudrah SETELAH SUCI dari haidh: maka hal tersebut TIDAK TERMASUK haidh.
Misalnya seorang wanita mempunyai kebiasaan haidh selama tujuh hari, kemudian suci, kemudian keluar shufrah atau kudrah diluar waktu haidhnya, atau tidak bersambung dengan waktu haidhnya, maka itu tidak termasuk haidh.
Dalilnya:
عن أم عطية رضي الله عنهما قالت: (( كنا لا نعد الكدرة والصفرة بعد الطهر شيئا )) رواه أبو داود
Dari Umm 'Athiyyah –semga Allah meridhainya- berkata: "Kami tidak menganggap apa-apa kudrah dan shufrah setelah suci."
HR.Abu Dawud.

Bagaimana hukumnya, bila shufrah & kudrah yang keluarnya bersambung dengan waktu haidh tersebut tetap berlanjut sampai berhari-hari?

Apabila shufrah atau kudrah terus berlanjut berhari-hari sampai melampaui waktu kebiasaan haidhnya, maka wanita tersebut bersuci dan wajib shalat sebagaimana wanita yang telah suci dari haidh.

Kesimpulan:

1. Shufrah & Kudrah, bila keluarnya pada waktu suci, baik sebelum atau sesudah haidh, maka tidak termasuk haidh.

2. Bila Shufrah & kudrah tersebut keluarnya pada masa haidh atau bersambung dengan masa haidh, selama tidak terus berlanjut berhari-hari, maka shufrah & kudrah tersebut termasuk haidh.

Wallahu a'lam, Semoga bermanfa'at.

Endnote:
*Seorang wanita menentukan telah suci dari haidh dengan salah satu dari tanda-tanda berikut:
1. Kering, apabila darah haidh telah berhenti dan tidak bersambung dengan shufrah atau kudrah yang berlarut-larut, maka wanita tersebut telah suci dari haidh dan dia wajib mandi.
2. Al-Qashshatul baydha' yaitu keluarnya cairan putih di akhir haidh, ini terjadi pada sebagian wanita, apabila –menurut kebiasaannya- keluar cairan putih di akhir haidh, maka dia telah suci dari haidh dan dia wajib mandi.

Maraji':
- 'Umdatul Ahkaam Min Kalaami Khairil Anaam (Kitaabuth Thahaarah), Al-Imam Al-Haafizh 'Abdul Ghany Al-Maqdisiy.
- Subulus Salaam Syarh Buluugh al-Maraam (Kitaabuth Thahaarah, Baabul Haidh) Al-Imaam Muhammad bin Ismaa'iil Ash-Shan'aany.
- Asy-Syarhul Mumti' 'Alaa Zaadil Mustaqni' (Kitaabuth Thahaarah, Baabul Haidh) Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-'Utsaimiin.
- Al-Qaulur Raajih ma'ad Daliil li Kitaabith Thahaarah min Syarhi Manaaris Sabiil, Asy-Syaikh Khaalid bin Ibraahiim Ash-Shaq'aby.
______________________________ 


Ditulis oleh : Arfah Ummu Faynan
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Translator

 
Copyright © 2011. Nuruddin Abu Faynan, Lc. - All Rights Reserved