Segala puji bagi Allah yang menurunkan Al-Qur'an sebagai
petunjuk bagi manusia, Shalawat & salam atas Nabi Muhammad yang
telah menyampaikan risalah dengan sempurna, meninggalkan ummatnya di
atas jalan yang terang, siangnya seperti malamnya, tiada yang menyimpang
darinya kecuali orang yang binasa.
Masih membahas
permasalahan tentang program ODOJ (One Day One Juz), saya menanggapi
beberapa sanggahan terhadap tulisan yang saya nukil dari Syaikh Muhammad
Al-Mukhtar Asy-Syinqithy (tulisan yang saya beri judul: "APA YANG SALAH
DENGAN ODOJ?").
Tujuan saya menulis ini bukan karena
sentiment terhadap kelompok tertentu atau dalam rangka pembelaan
terhadap kalangan tertentu, saya hanya ingin menyampaikan apa yang saya
ketahui dari para ulama dalam permasalahan ini.
Kali ini saya akan menyampaikan jawaban dari dua orang ulama Makkah Al-Mukarramah, yaitu Prof. Dr. Shalihah Al-Hulais (Professor di bidang Fiqh & Ushul Fiqh pada Jurusan Syari'ah - Fakultas Syari'ah & Diraasaat Islamiyyah - Umm Al-Qura University) serta DR. Aisyah Al-Harbi (Doctor di bidang Hadits pada Jurusan Al-Kitab & As-Sunnah - Fakultas Da'wah & Ushuluddin – Umm Al-Qura University).
Semoga bermanfaat.
*****
PERTANYAAN :
Doktor yang terhormat, semoga Allah menjaga anda …
Di Negara saya –Indonesia- telah tersebar grup-grup pada telefon seluler untuk tilawah Al-Qur'an,
Mereka
memberi motivasi bagi setiap pesertanya untuk membaca Al-Qur'an setiap
hari satu juz (30 orang pada setiap grup), setiap orang membaca juz yang
berbeda pada hari itu, sehingga mereka dapat mengkhatamkan Al-Qur'an
secara berjama'ah setiap hari, dan khatam secara individu setiap 30
hari.
Anggota melaporkan kepada admin bila telah
selesai membaca Al-Qur'an sebelum pukul delapan malam, (bila tidak
mampu, maka) diberi kelonggaran sampai pukul Sembilan.
Jika
salah seorang dari mereka berhalangan untuk membaca bagiannya pada hari
itu, maka digantikan oleh anggota lain secara sukarela, sehingga mereka
tetap dapat mengkhatamkan Al-Qur'an secara berjama'ah setiap harinya.
---
Mereka
bertanya kepada saya tentang hal ini, maka saya menjawab dengan apa
yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithy
–semoga Allah menjaga beliau-.
---
Hukum Grup-grup pada telefon seluler untuk tilawah Al-Qur'an, oleh Asy-Syaikh Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithy.
http://m.youtube.com/watch?v=5STw54nTUQA&desktop_uri=%2Fwatch%3Fv%3D5STw54nTUQA
---
Saya
telah menyalin ceramah beliau dengan tulisan, dan telah saya
terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, lalu saya meringkasnya dalam enam
point:
1. Memotivasi diri sendiri & orang
lain untuk melakukan amal shalih adalah perbuatan terpuji &
mendapatkan pahala dari Allah, selama cara memotivasi tersebut sesuai dengan syari'at.
2.
Seorang muslim boleh mengamalkan atau memerintahkan orang lain untuk
beramal dengan amal yang dikaitkan dengan kadar, bilangan, tatacara,
waktu, atau tempat tertentu yang memang sudah ditetapkan oleh syari'at.
3. Menetapkan suatu amal ibadah dengan menentukan kadar, bilangan, tatacara, waktu, atau tempat tertentu yang tidak ditetapkan oleh syari'at, maka ini termasuk bid'ah yang terlarang.
4. Menyembunyikan amal ibadah adalah lebih baik daripada menampakkannya kepada orang lain.
5. Boleh menampakkan amal ibadah dengan tujuan yang dibenarkan oleh syari'at, seperti dengan tujuan mengajarkan atau memberi teladan agar orang lain mengikutinya.
6. Menampakkan amal ibadah secara terus menerus dengan menyebutkan kepada orang lain tentang ibadah yang telah dia lakukan dengan konsisten, hal ini tidak ada dasarnya dalam syari'at.
---
Sebagian dari mereka menyanggah apa yang saya nukil dari fatwa Asy-Syaikh Asy-Syinqithy dengan sanggahan-sanggahan sebagai berikut:
---
@ Sanggahan Pertama:
Hal ini (ODOJ) tdk menyelisihi syariat, malah sebuah upaya utk ikuti sunnah, khatamkan Quran tdk lewat dr sebulan.
Ketika
dikerjakan sendirian, bbrp org merasa 1 juz (yg merupakan derifat
minimal dr 30 juz 1 bulan) adalah sesuatu yg berat. Ketika dikerjakan
bersama2 ternyata lebih mudah.
Apakah tarawih berjama'ah menyelisihi sunnah nabi?
Tidakkah
upaya dan metode utk membuat manusia lebih mudah mengikuti sunnah nabi
merupakan sunnah hasanah, yg dengannya dpt menjadi pahala yg bagi yg
memulai atau mencontohkannya?
---
@ Sanggahan Kedua:
Tidak ada paksaan dlm mengikuti ODOJ, pun tak ada hukuman bagi yg tdk berhasil menyelesaikan nya..
Program ini adalah bersifat sukarela, tiap orang bisa dg mudah masuk atau keluar kapan pun ia mau.
Bbrp memilih program yg lain, misal One Day One Ayat. Yakni menghafal 1 ayat tiap hari. Ada juga yg 1 hari tilawah 1 halaman...
Jika ini disebut pula menyelisihi sunnah, maka bgmn dg sekolah-sekolah tahfizh yg mengharuskan mahasiswa nya hafal 1 juz tiap 1 semester? Jika gagal nilainya merah..
bukankah ini lebih tdk ada contohnya lagi d zaman nabi?
---
@ Sanggahan Ketiga:
Bukankah tiap mahasiswa di sekolah-sekolah tahfizh, harus menampakkan hafalannya kpd dosennya?
"Tapi itu kan terbatas.." Pun program ODOJ, yg dikasih tau hanya anggota grup nya saja yg tak lebih dr 30 orang.
---
@ Sanggahan Keempat:
Sdh bagus malah mereka punya azzam utk mampu khatamkan quran tak lebih dr 1 bulan.
Gimana yg tdk punya azzam dan program utk bisa seperti itu, bukankah lebih banyak lagi nasihat utk mereka.
Bahkan…
Yg lebih harus diperhatikan adalah, orang2 yg menampakkan
kemaksiatannya secara terus menerus dan terang2an. Di zaman yg hal
seperti itu jauh lebih banyak dan disyiarkan di media massa,
maka syiar amal shalih justru harus ditampakkan lebih semarak lagi..
atau jika tidak, masyarakat akan dipertontonkan syiar2 kemaksiatan semata.
Jika kemudian hal2 itu yg mereka ikuti, apa tgg jawab para ahli ilmu?
Berapa banyak kerusakan di darat dan lautan yg perlu kita tangani…
yg justru hal2 tersebut jauh lebih menyelisihi sunnah, baik secara tujuan maupun apalagi metode. Perlu
para ahli ilmu itu keluar dr masjid, turun dr mimbar2, temui masyarakat
di pasar2.. tunjukkan indahnya Islam pd mereka. Ajak mereka kembali pd
agama Nya.
Jika tdk demikian, niscaya yg mengisi pasar2 itu adalah orang2 yg mengajak pd kerusakan semata.
**********
Berilah saya faidah dalam permasalahan ini, semoga anda diberi pahala.
***********
Jawaban dari Prof. Dr. Shalihah Al-Hulais
Professor di bidang Fiqh & Ushul Fiqh pada Jurusan Syari'ah
Fakultas Syari'ah & Diraasaat Islamiyyah – Umm Al-Qura University
Makkah Al-Mukarramah
___
Terdapat perbedaan antara (perkara yang tujuannya –pen) BELAJAR dengan (yang tujuannya) IBADAH.
Dasar
dari ibadah adalah ittiba' (mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam –pen) dan bukan ibtida' (membuat perkara baru/bid'ah
dalam agama –pen).
Adapun sekolah-sekolah tahfizh, tujuannya adalah untuk pengajaran.
---
Grup-grup seperti ini tujuannya adalah baik, namun bisa jadi amalan tercampuri dengan riya.
---
Adapun
yang dilakukan oleh Umar radhiallahu 'anhu (mengumpulkan orang-orang
untuk shalat tarawih berjama'ah –pen), maka hal ini berbeda.
#
Pertama: karena shalat malam (tarawih) dengan cara berjama'ah ada
dasarnya, yaitu perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
---
#
Kedua: karena 'Umar radhiallahu 'anhu adalah orang yang kita
diperintahkan untuk mengikutinya, berdasarkan sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam: ((Wajib bagi kalian berpegang teguh
dengan sunnahku dan sunnah para khulafaa ar-raasyidiin setelahku)).
---
#
Ketiga: jika tujuan dari grup-grup ini adalah tahfizh/menghafal
Al-Qur'an atau mengingatkan untuk tilawah Al-Qur'an, maka tidak mengapa.
---
Namun
(jika keberadaan grup-grup tersebut –pen) dengan gambaran tatacara yang
mereka ada-adakan (bid'ah) dan mereka membuat aturan bagi diri mereka
atau bagi orang lain dengan dengan cara demikian (melapor kepada admin
–pen), maka hal itu meniadakan keikhlasan dan (hal yang seharusnya)
tersembunyi antara seorang hamba dengan Rabb-nya.
---
Adapun
tentang kemaksiatan serta terang-terangan melakukannya, maka yang wajib
bagi seorang muslim adalah mengingkari kemungkaran tersebut sedini
mungkin.
Adanya kemaksiatan yang tampak bukan
merupakan alasan untuk berbuat bid'ah dan menampilkan syi'ar-syi'ar
agama yang tidak ada dasarnya dari agama, berdasarkan sabda beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam: ((Barangsiapa yang membuat perkara baru
dalam urusan kami (agama) yang bukan berasal darinya (dari agama), maka
amalannya tertolak)).
Aku memohon petunjuk kepada Allah bagi kita semua.
---
***
Jawaban dari DR. Aisyah Al-Harbi
Doctor di bidang Hadits pada Jurusan Al-Kitab & As-Sunnah
Fakultas Da'wah & Ushuluddin – Umm Al-Qura University
Makkah Al-Mukarramah
---
Tatacara
seperti ini (mengkhatamkan Al-Qur'an berjama'ah –pen) dengan tujuan
ibadah, telah diingkari oleh para Imam: Malik, Syafi'I, Ahmad bin
Hanbal, dan qiyas madzhab Abu Hanifah (mereka semua) mengingkarinya.
Gambaran tatacara pada grup-grup itu persis seperti tatacara yang diingkari oleh para Imam tersebut.
Imam
Malik telah mengingkarinya ketika melihat suatu kaum yang duduk
melingkar di sebuah masjid, mereka membaca Al-Qur'an secara bergiliran,
setiap orang di antara mereka membaca hizb/setengah juz atau satu
halaman, lalu orang setelahnya melanjutkan bacaannya, demikianlah sampai
mereka selesai membaca satu surat. Ini dinamakan dengan "qiraa'ah bi
al-idaarah" (membaca Al-Qur'an dengan bergiliran), atau "qiraa'ah
jama'ah mujtami'in" (membaca Al-Qur'an secara berjama'ah dengan
berkumpul), tujuan dari hal tersebut adalah ta'abbud (beribadah kepada
Allah).
Demikian pula mengkhatamkan Al-Qur'an tujuannya adalah ta'abbud (beribadah kepada Allah).
---
Hal
ini berbeda dengan membaca Al-Qur'an yang bertujuan untuk belajar &
mengajar, karena hal ini tujuannya adalah mempelajari cara membacanya
dan menguatkan hafalan.
Tatacara seperti ini
(membaca Al-Qur'an secara bergiliran –pen) jika tujuannya tasmi'
(menyetorkan hafalan) serta tilawah dengan tujuan mempelajari cara
membacanya dan menguatkan hafalan, bukan semata-mata ta'abbud (beribadah
kepada Allah dengan membacanya tersebut –pen), maka hal ini tidak
mengapa.
---
Adapun yang
diingkari oleh Syaikh yang terhormat (Asy-Syinqithy) adalah pada kondisi
yang pertama (yaitu membaca Al-Qur'an dengan tujuan semata-mata ibadah,
namun dengan cara yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam –pen), karena hal itu adalah murni ibadah, dan ibadah
tidak boleh dilakukan kecuali dengan apa yang Allah syari'atkan dalam
ibadah-ibadah tersebut: dari sisi tatacara, bentuk, jumlah bilangan,
waktu, & tempat.
Karena membuat syari'at dalam
ibadah adalah hak prerogative Allah saja, tidak halal bagi seorang
manusiapun untuk ikut campur di dalamnya, baik dengan penambahan atau
perubahan, atau penggantian.
Pada dasarnya, beribadah
dengan Tilawah Al-Qur'an (dengan tujuan murni ibadah, bukan dengan
tujuan belajar-mengajar –pen) dilakukan secara individu.
***
*** Jawaban terhadap sanggahan pertama:
@ Hal ini (ODOJ) tdk menyelisihi syariat, malah sebuah upaya utk ikuti sunnah, khatamkan Quran tdk lewat dr sebulan.
#
Dengan tatacara seperti ini bukan mengkhatamkan Al-Qur'an secara
individu, tidak terdapat padanya mutaba'ah (mengikuti) sunnah, tidak
juga iqtida (meneladani) beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.
---
@
Ketika dikerjakan sendirian, bbrp org merasa 1 juz (yg merupakan
derifat minimal dr 30 juz 1 bulan) adalah sesuatu yg berat. Ketika
dikerjakan bersama2 ternyata lebih mudah.
#
Allah & rasul-Nya sudah mengetahui bahwa (bagi sebagian orang –pen)
bisa jadi tidak mudah mengkhatamkan Al-Qur'an dalam waktu sebulan,
dengan pengetahuan-Nya ini, Dia tidak mensyari'atkan mengkhatamkan
Al-Qur'an secara berjama'ah, bahkan Dia mensyari'atkan untuk membaca
dari Al-Qur'an dengan apa yang mudah bagi seseorang jika dia tidak mampu
(untuk mengkhatamkannya dalam sebulan –pen).
Allah berfirman: ((Maka bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur'an)).
Rasulullah
shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda: ((Jika aku memerintahkan
kepadamu dengan suatu perkara, maka lakukanlah semampumu)).
---
@ Apakah tarawih berjama'ah menyelisihi sunnah nabi?
#
Shalat tarawih secara berjama'ah telah Allah syari'atkan sebagai
istihbab (sunnah) yang rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
mengerjakannya bersama para shahabat beliau, lalu beliau meninggalkannya
(meninggalkan shalat tarawih dengan cara berjama'ah tadi –pen) karena
khawatir akan (dianggap wajib karena dilakukan –pen) secara terus
menerus sehingga manusia berat untuk melakukannya.
Ketika
rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah wafat, serta telah
hilangnya perkara yang dikhawatirkan oleh beliau (yaitu manusia
menganggap shalat tarawih wajib dilakukan dengan berjama'ah –pen) karena
telah terputusnya wahyu dan terputus turunnya syari'at (dengan wafatnya
beliau tersebut –pen), maka Umar radhiallahu 'anhu melakukannya kembali
(shalat tarawih berjama'ah) dalam rangka menghidupkan sunnah.
---
@
Tidakkah upaya dan metode utk membuat manusia lebih mudah mengikuti
sunnah nabi merupakan sunnah hasanah, yg dengannya dpt menjadi pahala yg
bagi yg memulai atau mencontohkannya?
# Adapun upaya dan metode untuk
membuat manusia lebih mudah mengikuti sunnah, maka itulah yang kami
inginkan dari anda: yaitu mencukupkan diri dengan sesuatu yang sunnah
juga, tanpa menambah-nambahnya (dengan kebid'ahan –pen).
******
*** Jawaban terhadap sanggahan Kedua:
@
Tidak ada paksaan dlm mengikuti ODOJ, pun tak ada hukuman bagi yg tdk
berhasil menyelesaikan nya.. Program ini adalah bersifat sukarela, tiap
orang bisa dg mudah masuk atau keluar kapan pun ia mau.
#
Demikianlah bid'ah, pelakunya menganggapnya sebagai sesuatu yang
sunnah, dan merekapun tidak melakukannya dengan menganggap hal itu
wajib.
---
@ Bbrp memilih program yg lain, misal One Day One Ayat. Yakni menghafal 1 ayat tiap hari.
#
Hal ini tidak mengapa karena merupakan salah satu sarana yang mubah
(boleh) dengan bertujuan untuk pengajaran, dan hal ini bukan bertujuan
murni ibadah.
---
@ Ada juga yg 1 hari tilawah 1 halaman...
#
Ini termasuk seperti mengkhatamkan Al-Qur'an secara berjama'ah dengan
bertujuan murni ibadah, maka hal ini memerlukan dalil khusus dari sunnah
agar menjadi perkara yang sunnah.
---
@ bgmn dg sekolah-sekolah tahfizh yg mengharuskan mahasiswa nya hafal 1 juz tiap 1 semester? Jika gagal nilainya merah..
bukankah ini lebih tdk ada contohnya lagi d zaman nabi?
# Hal ini, walaupun tidak ada di zaman nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, namun ini merupakan salah satu sarana yang mubah (boleh) dengan bertujuan untuk pengajaran, dan hal ini bukan bertujuan murni ibadah.
*******
*** Jawaban terhadap sanggahan Ketiga:
@
Bukankah tiap mahasiswa di sekolah-sekolah tahfizh, harus menampakkan
hafalannya kpd dosennya? "Tapi itu kan terbatas.." Pun program ODOJ, yg
dikasih tau hanya anggota grup nya saja yg tak lebih dr 30 orang.
#
Ya benar (dia menampakkan hafalan kepada dosennya –pen), namun ini
bukan karena suatu ibadah, melainkan untuk memastikan belajarnya &
hafalannya. (tambahan: dosen bukan hanya menerima "laporan" saja, tapi
biasanya mengecek bacaan atau mengetes hafalan, dalam rangka kegiatan
belajar-mengajar –pen).
Bahkan
"menampakkan" hal ini boleh dilakukan walaupun di depan khalayak ramai
seperti di televisi misalnya, atau dalam rangka ujian (atau perlombaan
tahfizh –pen).
Hal yang seperti ini seluruhnya bukan termasuk tilawah yang dimaksudkan untuk murni ibadah.
******
*** Jawaban terhadap sanggahan Keempat:
@ Sdh bagus malah mereka punya azzam utk mampu khatamkan quran tak lebih dr 1 bulan.
Gimana yg tdk punya azzam dan program utk bisa seperti itu, bukankah lebih banyak lagi nasihat utk mereka.
Bahkan...
Yg lebih harus diperhatikan adalah, orang2 yg menampakkan
kemaksiatannya secara terus menerus dan terang2an. Di zaman yg hal
seperti itu jauh lebih banyak dan disyiarkan di media massa,
#
Benar, nasihat wajib disampaikan kepada orang-orang yang menyelisihi
islam dengan kemaksiatan atau kebid'ahan, karena keduanya (maksiat &
bid'ah) merupakan cacatnya seseorang dalam beragama.
Baiklah kami terima juga nasehat anda tentang kurangnya kami dalam menasehati orang-orang yang bermaksiat.
Namun
jika kami kurang dalam menasehati suatu kelompok (pelaku maksiat), hal
itu bukan merupakan landasan bagi kami untuk meninggalkan nasehat kepada
kelompok yang lain (pelaku bid'ah).
---
@ maka syiar amal shalih justru harus ditampakkan lebih semarak lagi..
atau jika tidak, masyarakat akan dipertontonkan syiar2 kemaksiatan semata.
Jika kemudian hal2 itu yg mereka ikuti, apa tgg jawab para ahli ilmu?
#
Ya, anda benar, kami sepakat dengan anda dalam hal ini –yaitu
menampakkan syi'ar-syi'ar islam, namun bukan dengan cara menampakkan
kebid'ahan yang seolah-olah dianggap baik.
Oleh
karena itu kami mengajak anda sekalian untuk bekerja sama menampakkan
syi'ar amar ma'ruf nahyi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah
dari kemungkaran), syi'ar shalat berjama'ah di masjid (bagi laki-laki
–pen), syi'ar hijab yang menutup aurat secara sempurna bagi wanita,
syi'ar memelihara jenggot bagi laki-laki, syi'ar meninggalkan pakaian
isbal (melebihi matakaki) bagi laki-laki, dan lain sebagainya dari
perkara-perkara wajib dan sunnah yang sudah tetap.
---
@ berapa banyak kerusakan di darat dan lautan yg perlu kita tangani...
yg justru hal2 tersebut jauh lebih menyelisihi sunnah, baik secara tujuan maupun apalagi metode.
#
Sebagaimana ada maksiat kecil (dosa-dosa kecil) dan maksiat besar
(dosa-dosa besar), demikian pula dalam perkara bid'ah, ada bid'ah-bid'ah
kecil dan ada bid'ah-bid'ah besar.
Hal ini
(dosa-dosa kecil & dosa-dosa besar) dan hal itu (bid'ah-bid'ah kecil
& bid'ah bid'ah besar) semuanya meniadakan praktek mengikuti
sunnah, baik dari sisi tujuan maupun metode.
Adapun perbedaannya (antara maksiat & bid'ah –pen):
-
Orang yang melakukan bid'ah tujuannya baik, namun dia tergelincir
kepada kesalahan, oleh karena itu dia akan berpegang teguh dengan
kebid'ahannya, dia beribadah kepada Allah dengan perbuatan bid'ah
tersebut, sehingga dia beribadah kepada Allah dengan apa yang tidak
disyari'atkan oleh-Nya.
- Berbeda dengan pelaku
maksiat, karena sesungguhnya dia tahu bahwa dia berdosa, oleh karena itu
dia tidak menganggap benar kemaksiatannya, bahkan bisa jadi dia
meninggalkan kemaksiatannya (bertaubat –pen).
--- @
Perlu para ahli ilmu itu keluar dr masjid, turun dr mimbar2, temui
masyarakat di pasar2.. tunjukkan indahnya Islam pd mereka. Ajak mereka
kembali pd agama Nya.
Jika tdk demikian, niscaya yg mengisi pasar2 itu adalah orang2 yg mengajak pd kerusakan semata.
# Ya, ini benar sekali, kami sepakat dengan anda dalam hal ini.
---
Kami memohon kepada Allah agar mengembalikan kita semua kepada-Nya dengan pengembalian yang baik.
*******
Diterjemahkan oleh:
Arfah Ummu Faynan
Umm Al-Qura University – Makkah Al-Mukarramah
Selasa, 20/03/1435 H , pukul 11.40 .
*******
Tambahan :
(Oleh Penerjemah)
Tentang point terakhir:
@
Perlu para ahli ilmu itu keluar dr masjid, turun dr mimbar2, temui
masyarakat di pasar2.. tunjukkan indahnya Islam pd mereka. Ajak mereka
kembali pd agama Nya.
Jika tdk demikian, niscaya yg mengisi pasar2 itu adalah orang2 yg mengajak pd kerusakan semata.
# Tanggapan saya :
Jika
tujuan perkataan tadi adalah nasehat, maka itu adalah sebuah kebaikan,
namun jika tujuan dari perkataan tadi adalah pernyataan bahwa selama ini
para ulama tidak mengetahui fiqhul waaqi' (tidak mengetahui situasi
& kondisi), maka ini tidak selayaknya diucapkan kepada ulama Rabbani
yang mereka lebih faham daripada kita dalam menyimpulkan suatu masalah
berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur'an & As-Sunnah, lalu mereka
menyampaikan kebenaran kepada kita tanpa meminta balasan apapun selain
ridha Allah, merekalah yang menjaga kemurnian agama ini dengan izin
Allah.
****
Kebenaran hanya
datang dari Allah, adapun kesalahan berasal dari diri saya dan dari
syaithan, mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan.
Waffaqanallahu
jamii'an lima yuhibbuhu wa yardhaahu (Semoga Allah memberi taufiq untuk
kita semua kepada hal-hal yang dicintai & diridhai-Nya).
Baarakallahu fiikum.
Wallahu ta'ala a'lam.
Home »
Kilauan Fatwa
» MENGAPA ODOJ DIKRITIK? (Part 2)
MENGAPA ODOJ DIKRITIK? (Part 2)
Written By Unknown on Selasa, 03 Februari 2015 | 05.38
Label:
Kilauan Fatwa
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !