Headlines News :
Home » » MENGAPA ODOJ DIKRITIK? (Part 2)

MENGAPA ODOJ DIKRITIK? (Part 2)

Written By Unknown on Selasa, 03 Februari 2015 | 05.38

Segala puji bagi Allah yang menurunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia, Shalawat & salam atas Nabi Muhammad yang telah menyampaikan risalah dengan sempurna, meninggalkan ummatnya di atas jalan yang terang, siangnya seperti malamnya, tiada yang menyimpang darinya kecuali orang yang binasa.

Masih membahas permasalahan tentang program ODOJ (One Day One Juz), saya menanggapi beberapa sanggahan terhadap tulisan yang saya nukil dari Syaikh Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithy (tulisan yang saya beri judul: "APA YANG SALAH DENGAN ODOJ?").

Tujuan saya menulis ini bukan karena sentiment terhadap kelompok tertentu atau dalam rangka pembelaan terhadap kalangan tertentu, saya hanya ingin menyampaikan apa yang saya ketahui dari para ulama dalam permasalahan ini.

Kali ini saya akan menyampaikan jawaban dari dua orang ulama Makkah Al-Mukarramah, yaitu Prof. Dr. Shalihah Al-Hulais (Professor di bidang Fiqh & Ushul Fiqh pada Jurusan Syari'ah - Fakultas Syari'ah & Diraasaat Islamiyyah - Umm Al-Qura University) serta DR. Aisyah Al-Harbi (Doctor di bidang Hadits pada Jurusan Al-Kitab & As-Sunnah - Fakultas Da'wah & Ushuluddin – Umm Al-Qura University).
Semoga bermanfaat.

  *****

PERTANYAAN :
Doktor yang terhormat, semoga Allah menjaga anda …
Di Negara saya –Indonesia- telah tersebar grup-grup pada telefon seluler untuk tilawah Al-Qur'an,
Mereka memberi motivasi bagi setiap pesertanya untuk membaca Al-Qur'an setiap hari satu juz (30 orang pada setiap grup), setiap orang membaca juz yang berbeda pada hari itu, sehingga mereka dapat mengkhatamkan Al-Qur'an secara berjama'ah setiap hari, dan khatam secara individu setiap 30 hari.

Anggota melaporkan kepada admin bila telah selesai membaca Al-Qur'an sebelum pukul delapan malam, (bila tidak mampu, maka) diberi kelonggaran sampai pukul Sembilan.
Jika salah seorang dari mereka berhalangan untuk membaca bagiannya pada hari itu, maka digantikan oleh anggota lain secara sukarela, sehingga mereka tetap dapat mengkhatamkan Al-Qur'an secara berjama'ah setiap harinya.

---
Mereka bertanya kepada saya tentang hal ini, maka saya menjawab dengan apa yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithy –semoga Allah menjaga beliau-.
---

Hukum Grup-grup pada telefon seluler untuk tilawah Al-Qur'an, oleh Asy-Syaikh Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithy.
http://m.youtube.com/watch?v=5STw54nTUQA&desktop_uri=%2Fwatch%3Fv%3D5STw54nTUQA
---

Saya telah menyalin ceramah beliau dengan tulisan, dan telah saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, lalu saya meringkasnya dalam enam point:

1.        Memotivasi diri sendiri & orang lain untuk melakukan amal shalih adalah perbuatan terpuji & mendapatkan pahala dari Allah, selama cara memotivasi tersebut sesuai dengan syari'at.

2.        Seorang muslim boleh mengamalkan atau memerintahkan orang lain untuk beramal dengan amal yang dikaitkan dengan kadar, bilangan, tatacara, waktu, atau tempat tertentu yang memang sudah ditetapkan oleh syari'at.

3.        Menetapkan suatu amal ibadah dengan menentukan kadar, bilangan, tatacara, waktu, atau tempat tertentu yang tidak ditetapkan oleh syari'at, maka ini termasuk bid'ah yang terlarang.

4.        Menyembunyikan amal ibadah adalah lebih baik daripada menampakkannya kepada orang lain.

5.        Boleh menampakkan amal ibadah dengan tujuan yang dibenarkan oleh syari'at, seperti dengan tujuan mengajarkan atau memberi teladan agar orang lain mengikutinya.

6.        Menampakkan amal ibadah secara terus menerus dengan menyebutkan kepada orang lain tentang ibadah yang telah dia lakukan dengan konsisten, hal ini tidak ada dasarnya dalam syari'at.
 ---

Sebagian dari mereka menyanggah apa yang saya nukil dari fatwa Asy-Syaikh Asy-Syinqithy dengan sanggahan-sanggahan sebagai berikut:
---

@ Sanggahan Pertama:
Hal ini (ODOJ) tdk menyelisihi syariat, malah sebuah upaya utk ikuti sunnah, khatamkan Quran tdk lewat dr sebulan.
Ketika dikerjakan sendirian, bbrp org merasa 1 juz (yg merupakan derifat minimal dr 30 juz 1 bulan) adalah sesuatu yg berat. Ketika dikerjakan bersama2 ternyata lebih mudah.
Apakah tarawih berjama'ah menyelisihi sunnah nabi?
Tidakkah upaya dan metode utk membuat manusia lebih mudah mengikuti sunnah nabi merupakan sunnah hasanah, yg dengannya dpt menjadi pahala yg bagi yg memulai atau mencontohkannya?
--- 

@ Sanggahan Kedua:
Tidak ada paksaan dlm mengikuti ODOJ, pun tak ada hukuman bagi yg tdk berhasil menyelesaikan nya..
Program ini adalah bersifat sukarela, tiap orang bisa dg mudah masuk atau keluar kapan pun ia mau.
Bbrp memilih program yg lain, misal One Day One Ayat. Yakni menghafal 1 ayat tiap hari. Ada juga yg 1 hari tilawah 1 halaman...
Jika ini disebut pula menyelisihi sunnah, maka bgmn dg sekolah-sekolah tahfizh  yg mengharuskan mahasiswa nya hafal 1 juz tiap 1 semester? Jika gagal nilainya merah..
bukankah ini lebih tdk ada contohnya lagi d zaman nabi?
--- 

@ Sanggahan Ketiga:
Bukankah tiap mahasiswa di sekolah-sekolah tahfizh, harus menampakkan hafalannya kpd dosennya?
"Tapi itu kan terbatas.." Pun program ODOJ, yg dikasih tau hanya anggota grup nya saja yg tak lebih dr 30 orang.
--- 

@ Sanggahan Keempat:
Sdh bagus malah mereka punya azzam utk mampu khatamkan quran tak lebih dr 1 bulan.
Gimana yg tdk punya azzam dan program utk bisa seperti itu, bukankah lebih banyak lagi nasihat utk mereka.
Bahkan… Yg lebih harus diperhatikan adalah, orang2 yg menampakkan kemaksiatannya secara terus menerus dan terang2an. Di zaman yg hal seperti itu jauh lebih banyak dan disyiarkan di media massa,
maka syiar amal shalih justru harus ditampakkan lebih semarak lagi..
atau jika tidak, masyarakat akan dipertontonkan syiar2 kemaksiatan semata.
 Jika kemudian hal2 itu yg mereka ikuti, apa tgg jawab para ahli ilmu?
Berapa banyak kerusakan di darat dan lautan yg perlu kita tangani…
yg justru hal2 tersebut jauh lebih menyelisihi sunnah, baik secara tujuan maupun apalagi metode. Perlu para ahli ilmu itu keluar dr masjid, turun dr mimbar2, temui masyarakat di pasar2.. tunjukkan indahnya Islam pd mereka. Ajak mereka kembali pd agama Nya.
Jika tdk demikian, niscaya yg mengisi pasar2 itu adalah orang2 yg mengajak pd kerusakan semata.
**********

Berilah saya faidah dalam permasalahan ini, semoga anda diberi pahala.
***********

Jawaban dari Prof. Dr. Shalihah Al-Hulais
Professor di bidang Fiqh & Ushul Fiqh pada Jurusan Syari'ah
Fakultas Syari'ah & Diraasaat Islamiyyah – Umm Al-Qura University
Makkah Al-Mukarramah
___

Terdapat perbedaan antara (perkara yang tujuannya –pen) BELAJAR dengan (yang tujuannya) IBADAH.
Dasar dari ibadah adalah ittiba' (mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam –pen) dan bukan ibtida' (membuat perkara baru/bid'ah dalam agama –pen).
Adapun sekolah-sekolah tahfizh, tujuannya adalah untuk pengajaran.
---

Grup-grup seperti ini tujuannya adalah baik, namun bisa jadi amalan tercampuri dengan riya.
---

Adapun yang dilakukan oleh Umar radhiallahu 'anhu (mengumpulkan orang-orang untuk shalat tarawih berjama'ah –pen), maka hal ini berbeda.

# Pertama: karena shalat malam (tarawih) dengan cara berjama'ah ada dasarnya, yaitu perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
---

# Kedua: karena 'Umar radhiallahu 'anhu adalah orang yang kita diperintahkan untuk mengikutinya, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: ((Wajib bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafaa ar-raasyidiin setelahku)).
---

# Ketiga: jika tujuan dari grup-grup ini adalah tahfizh/menghafal Al-Qur'an atau mengingatkan untuk tilawah Al-Qur'an, maka tidak mengapa.
---

Namun (jika keberadaan grup-grup tersebut –pen) dengan gambaran tatacara yang mereka ada-adakan (bid'ah) dan mereka membuat aturan bagi diri mereka atau bagi orang lain dengan dengan cara demikian (melapor kepada admin –pen), maka hal itu meniadakan keikhlasan dan (hal yang seharusnya) tersembunyi antara seorang hamba dengan Rabb-nya.
---

Adapun tentang kemaksiatan serta terang-terangan melakukannya, maka yang wajib bagi seorang muslim adalah mengingkari kemungkaran tersebut sedini mungkin.
Adanya kemaksiatan yang tampak bukan merupakan alasan untuk berbuat bid'ah dan menampilkan syi'ar-syi'ar agama yang tidak ada dasarnya dari agama, berdasarkan sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam: ((Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami (agama) yang bukan berasal darinya (dari agama), maka amalannya tertolak)).
Aku memohon petunjuk kepada Allah bagi kita semua.
---

***

Jawaban dari DR. Aisyah Al-Harbi
Doctor di bidang Hadits pada Jurusan Al-Kitab & As-Sunnah
Fakultas Da'wah & Ushuluddin – Umm Al-Qura University
Makkah Al-Mukarramah
---

Tatacara seperti ini (mengkhatamkan Al-Qur'an berjama'ah –pen) dengan tujuan ibadah, telah diingkari oleh para Imam: Malik, Syafi'I, Ahmad bin Hanbal, dan qiyas madzhab Abu Hanifah (mereka semua) mengingkarinya.
Gambaran tatacara pada grup-grup itu persis seperti tatacara yang diingkari oleh para Imam tersebut.
Imam Malik telah mengingkarinya ketika melihat suatu kaum yang duduk melingkar di sebuah masjid, mereka membaca Al-Qur'an secara bergiliran, setiap orang di antara mereka membaca hizb/setengah juz atau satu halaman, lalu orang setelahnya melanjutkan bacaannya, demikianlah sampai mereka selesai membaca satu surat. Ini dinamakan dengan "qiraa'ah bi al-idaarah" (membaca Al-Qur'an dengan bergiliran), atau "qiraa'ah jama'ah mujtami'in" (membaca Al-Qur'an secara berjama'ah dengan berkumpul), tujuan dari hal tersebut adalah ta'abbud (beribadah kepada Allah).
Demikian pula mengkhatamkan Al-Qur'an tujuannya adalah ta'abbud (beribadah kepada Allah).
---

Hal ini berbeda dengan membaca Al-Qur'an yang bertujuan untuk belajar & mengajar, karena hal ini tujuannya adalah mempelajari cara membacanya dan menguatkan hafalan.
Tatacara seperti ini (membaca Al-Qur'an secara bergiliran –pen) jika tujuannya tasmi' (menyetorkan hafalan) serta tilawah dengan tujuan mempelajari cara membacanya dan menguatkan hafalan, bukan semata-mata ta'abbud (beribadah kepada Allah dengan membacanya tersebut –pen), maka hal ini tidak mengapa.
---

Adapun yang diingkari oleh Syaikh yang terhormat (Asy-Syinqithy) adalah pada kondisi yang pertama (yaitu membaca Al-Qur'an dengan tujuan semata-mata ibadah, namun dengan cara yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam –pen), karena hal itu adalah murni ibadah, dan ibadah tidak boleh dilakukan kecuali dengan apa yang Allah syari'atkan dalam ibadah-ibadah tersebut: dari sisi tatacara, bentuk, jumlah bilangan, waktu, & tempat.
Karena membuat syari'at dalam ibadah adalah hak prerogative Allah saja, tidak halal bagi seorang manusiapun untuk ikut campur di dalamnya, baik dengan penambahan atau perubahan, atau penggantian.
Pada dasarnya, beribadah dengan Tilawah Al-Qur'an (dengan tujuan murni ibadah, bukan dengan tujuan belajar-mengajar –pen) dilakukan secara individu.
***

*** Jawaban terhadap sanggahan pertama: 

@ Hal ini (ODOJ) tdk menyelisihi syariat, malah sebuah upaya utk ikuti sunnah, khatamkan Quran tdk lewat dr sebulan.
# Dengan tatacara seperti ini bukan mengkhatamkan Al-Qur'an secara individu, tidak terdapat padanya mutaba'ah (mengikuti) sunnah, tidak juga iqtida (meneladani) beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.
---

@ Ketika dikerjakan sendirian, bbrp org merasa 1 juz (yg merupakan derifat minimal dr 30 juz 1 bulan) adalah sesuatu yg berat. Ketika dikerjakan bersama2 ternyata lebih mudah.
# Allah & rasul-Nya sudah mengetahui bahwa (bagi sebagian orang –pen) bisa jadi tidak mudah mengkhatamkan Al-Qur'an dalam waktu sebulan, dengan pengetahuan-Nya ini, Dia tidak mensyari'atkan mengkhatamkan Al-Qur'an secara berjama'ah, bahkan Dia mensyari'atkan untuk membaca dari Al-Qur'an dengan apa yang mudah bagi seseorang jika dia tidak mampu (untuk mengkhatamkannya dalam sebulan –pen).
Allah berfirman: ((Maka bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur'an)).
Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda: ((Jika aku memerintahkan kepadamu dengan suatu perkara, maka lakukanlah semampumu)).
---

@ Apakah tarawih berjama'ah menyelisihi sunnah nabi?
# Shalat tarawih secara berjama'ah telah Allah syari'atkan sebagai istihbab (sunnah) yang rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakannya bersama para shahabat beliau, lalu beliau meninggalkannya (meninggalkan shalat tarawih dengan cara berjama'ah tadi –pen) karena khawatir akan (dianggap wajib karena dilakukan –pen) secara terus menerus sehingga manusia berat untuk melakukannya.
Ketika rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah wafat, serta telah hilangnya perkara yang dikhawatirkan oleh beliau (yaitu manusia menganggap shalat tarawih wajib dilakukan dengan berjama'ah –pen) karena telah terputusnya wahyu dan terputus turunnya syari'at (dengan wafatnya beliau tersebut –pen), maka Umar radhiallahu 'anhu melakukannya kembali (shalat tarawih berjama'ah) dalam rangka menghidupkan sunnah.
---

@ Tidakkah upaya dan metode utk membuat manusia lebih mudah mengikuti sunnah nabi merupakan sunnah hasanah, yg dengannya dpt menjadi pahala yg bagi yg memulai atau mencontohkannya?
# Adapun upaya dan metode untuk membuat manusia lebih mudah mengikuti sunnah, maka itulah yang kami inginkan dari anda: yaitu mencukupkan diri dengan sesuatu yang sunnah juga, tanpa menambah-nambahnya (dengan kebid'ahan –pen).
******

*** Jawaban terhadap sanggahan Kedua: 

@ Tidak ada paksaan dlm mengikuti ODOJ, pun tak ada hukuman bagi yg tdk berhasil menyelesaikan nya.. Program ini adalah bersifat sukarela, tiap orang bisa dg mudah masuk atau keluar kapan pun ia mau.
# Demikianlah bid'ah, pelakunya menganggapnya sebagai sesuatu yang sunnah, dan merekapun tidak melakukannya dengan menganggap hal itu wajib.
---

@ Bbrp memilih program yg lain, misal One Day One Ayat. Yakni menghafal 1 ayat tiap hari.
# Hal ini tidak mengapa karena merupakan salah satu sarana yang mubah (boleh) dengan bertujuan untuk pengajaran, dan hal ini bukan bertujuan murni ibadah.
--- 

@ Ada juga yg 1 hari tilawah 1 halaman...
# Ini termasuk seperti mengkhatamkan Al-Qur'an secara berjama'ah dengan bertujuan murni ibadah, maka hal ini memerlukan dalil khusus dari sunnah agar menjadi perkara yang sunnah.
---

@ bgmn dg sekolah-sekolah tahfizh  yg mengharuskan mahasiswa nya hafal 1 juz tiap 1 semester? Jika gagal nilainya merah..
bukankah ini lebih tdk ada contohnya lagi d zaman nabi?
# Hal ini, walaupun tidak ada di zaman nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, namun ini merupakan salah satu sarana yang mubah (boleh) dengan bertujuan untuk pengajaran, dan hal ini bukan bertujuan murni ibadah.
*******

*** Jawaban terhadap sanggahan Ketiga: 

@ Bukankah tiap mahasiswa di sekolah-sekolah tahfizh, harus menampakkan hafalannya kpd dosennya? "Tapi itu kan terbatas.." Pun program ODOJ, yg dikasih tau hanya anggota grup nya saja yg tak lebih dr 30 orang.
# Ya benar (dia menampakkan hafalan kepada dosennya –pen), namun ini bukan karena suatu ibadah, melainkan untuk memastikan belajarnya & hafalannya. (tambahan: dosen bukan hanya menerima "laporan" saja, tapi biasanya mengecek bacaan atau mengetes hafalan, dalam rangka kegiatan belajar-mengajar –pen).
Bahkan "menampakkan" hal ini boleh dilakukan walaupun di depan khalayak ramai seperti di televisi misalnya, atau dalam rangka ujian (atau perlombaan tahfizh –pen).
Hal yang seperti ini seluruhnya bukan termasuk tilawah yang dimaksudkan untuk murni ibadah.
******

*** Jawaban terhadap sanggahan Keempat: 

@ Sdh bagus malah mereka punya azzam utk mampu khatamkan quran tak lebih dr 1 bulan.
Gimana yg tdk punya azzam dan program utk bisa seperti itu, bukankah lebih banyak lagi nasihat utk mereka.
Bahkan... Yg lebih harus diperhatikan adalah, orang2 yg menampakkan kemaksiatannya secara terus menerus dan terang2an. Di zaman yg hal seperti itu jauh lebih banyak dan disyiarkan di media massa,
# Benar, nasihat wajib disampaikan kepada orang-orang yang menyelisihi islam dengan kemaksiatan atau kebid'ahan, karena keduanya (maksiat & bid'ah) merupakan cacatnya seseorang dalam beragama.
Baiklah kami terima juga nasehat anda tentang kurangnya kami dalam menasehati orang-orang yang bermaksiat.
Namun jika kami kurang dalam menasehati suatu kelompok (pelaku maksiat), hal itu bukan merupakan landasan bagi kami untuk meninggalkan nasehat kepada kelompok yang lain (pelaku bid'ah).
---

@ maka syiar amal shalih justru harus ditampakkan lebih semarak lagi..
atau jika tidak, masyarakat akan dipertontonkan syiar2 kemaksiatan semata.
Jika kemudian hal2 itu yg mereka ikuti, apa tgg jawab para ahli ilmu?
# Ya, anda benar, kami sepakat dengan anda dalam hal ini –yaitu menampakkan syi'ar-syi'ar islam, namun bukan dengan cara menampakkan kebid'ahan yang seolah-olah dianggap baik.
Oleh karena itu kami mengajak anda sekalian untuk bekerja sama menampakkan syi'ar amar ma'ruf nahyi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran), syi'ar shalat berjama'ah di masjid (bagi laki-laki –pen), syi'ar hijab yang menutup aurat secara sempurna bagi wanita, syi'ar memelihara jenggot bagi laki-laki, syi'ar meninggalkan pakaian isbal (melebihi matakaki) bagi laki-laki, dan lain sebagainya dari perkara-perkara wajib dan sunnah yang sudah tetap.
---

@ berapa banyak kerusakan di darat dan lautan yg perlu kita tangani...
yg justru hal2 tersebut jauh lebih menyelisihi sunnah, baik secara tujuan maupun apalagi metode.
# Sebagaimana ada maksiat kecil (dosa-dosa kecil) dan maksiat besar (dosa-dosa besar), demikian pula dalam perkara bid'ah, ada bid'ah-bid'ah kecil dan ada bid'ah-bid'ah besar.
Hal ini (dosa-dosa kecil & dosa-dosa besar) dan hal itu (bid'ah-bid'ah kecil & bid'ah bid'ah besar) semuanya meniadakan praktek mengikuti sunnah, baik dari sisi tujuan maupun metode.
Adapun perbedaannya (antara maksiat & bid'ah –pen):
- Orang yang melakukan bid'ah tujuannya baik, namun dia tergelincir kepada kesalahan, oleh karena itu dia akan berpegang teguh dengan kebid'ahannya, dia beribadah kepada Allah dengan perbuatan bid'ah tersebut, sehingga dia beribadah kepada Allah dengan apa yang tidak disyari'atkan oleh-Nya.
- Berbeda dengan pelaku maksiat, karena sesungguhnya dia tahu bahwa dia berdosa, oleh karena itu dia tidak menganggap benar kemaksiatannya, bahkan bisa jadi dia meninggalkan kemaksiatannya (bertaubat –pen).

--- @ Perlu para ahli ilmu itu keluar dr masjid, turun dr mimbar2, temui masyarakat di pasar2.. tunjukkan indahnya Islam pd mereka. Ajak mereka kembali pd agama Nya.
Jika tdk demikian, niscaya yg mengisi pasar2 itu adalah orang2 yg mengajak pd kerusakan semata.
# Ya, ini benar sekali, kami sepakat dengan anda dalam hal ini.
---

Kami memohon kepada Allah agar mengembalikan kita semua kepada-Nya dengan pengembalian yang baik.
*******

Diterjemahkan oleh:
Arfah Ummu Faynan
Umm Al-Qura University – Makkah Al-Mukarramah
Selasa, 20/03/1435 H , pukul 11.40 .
*******

Tambahan :
(Oleh Penerjemah)

Tentang point terakhir:
@ Perlu para ahli ilmu itu keluar dr masjid, turun dr mimbar2, temui masyarakat di pasar2.. tunjukkan indahnya Islam pd mereka. Ajak mereka kembali pd agama Nya.
Jika tdk demikian, niscaya yg mengisi pasar2 itu adalah orang2 yg mengajak pd kerusakan semata.
# Tanggapan saya :
Jika tujuan perkataan tadi adalah nasehat, maka itu adalah sebuah kebaikan, namun jika tujuan dari perkataan tadi adalah pernyataan bahwa selama ini para ulama tidak mengetahui fiqhul waaqi' (tidak mengetahui situasi & kondisi), maka ini tidak selayaknya diucapkan kepada ulama Rabbani yang mereka lebih faham daripada kita dalam menyimpulkan suatu masalah berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur'an & As-Sunnah, lalu mereka menyampaikan kebenaran kepada kita tanpa meminta balasan apapun selain ridha Allah, merekalah yang menjaga kemurnian agama ini dengan izin Allah.

****

Kebenaran hanya datang dari Allah, adapun kesalahan berasal dari diri saya dan dari syaithan, mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan.
Waffaqanallahu jamii'an lima yuhibbuhu wa yardhaahu (Semoga Allah memberi taufiq untuk kita semua kepada hal-hal yang dicintai & diridhai-Nya).
Baarakallahu fiikum.
Wallahu ta'ala a'lam.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Translator

 
Copyright © 2011. Nuruddin Abu Faynan, Lc. - All Rights Reserved